Sabtu, 29 Mei 2010

HbA1C (Kontrol Gula Darah pasien DM)

Kontrol HbA1C
Pemeriksaan hemoglobin terglikasi (HbA1C), disebut juga glycohemoglobin atau disingkat sebagai A1C, merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan A1C memberikan gambaran rata-rata gula darah selama periode waktu enam sampai dua belas minggu dan hasil ini dipergunakan bersama dengan hasil pemeriksaan gula darah mandiri sebagai dasar untuk melakukan penyesuaian terhadap pengobatan diabetes yang dijalani.
Hemoglobin adalah salah satu substansi sel darah merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ketika gula darah tidak terkontrol (yang berarti kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu, maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai dengan usia sel darah merah). Kadar HbA1C akan mencerminkan rata-rata kadar gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.
Korelasi antara Kadar A1C dan Rata-rata Kadar Gula Darah
HbA1C (%) Rata-rata gula darah (mg/dl)
6 135
7 170
8 205
9 240
10 275
11 310
12 345

Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa penurunan HbA1C akan banyak sekali memberikan manfaat. Setiap penurunan HbA1C sebesar 1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan jantung 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43% (UKPDS 35. BMJ 2000:321:405-12).
Penyandang diabetes direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HbA1C setiap tiga bulan untuk menentukan apakah kadar gula darah telah mencapai target yang diinginkan. Pada penyandang diabetes dengan gula darah terkontrol baik maka frekuensi pemeriksaan dapat dilakukan sedikitnya dua kali setahun. Berdasarkan data medical outcome Klinik Diabetes Nusantara (KDN) sampai dengan bulan Mei 2007, didapatkan rasio rata-rata penyandang diabetes yang berobat di KDN mencapai kadar HbA1C kurang dari 7% setelah menjalani pengobatan selama 6 bulan adalah sebesar 56.8%, dan rasio tertinggi dicapai pada bulan Maret 2007 sebesar 60.8%. Semua ini berkat kerja sama yang baik antara pasien dan dokter dalam program pengobatan diabetes yang dijalankan untuk mencapai kadar HbA1C yang dinginkan bersama.

by Ahmad Rifani

Rabu, 26 Mei 2010

Penanda Tumor

Kanker menjadi kandidat pembunuh nomor satu di dunia! Diperkirakan pada tahun 2010 ini kanker akan menjadi penyebab untama kematian di seluruh dunia. Pernyataan ini disampaikan dalam World Cancer Report, The International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2009 kemarin.
2/3 penderita kanker terdapat di negara industri baru dan negara berkembang. Peningkatan jumlah penderita terjadi karena adanya konsumsi produk tembakau dan perubahan pola makan dengan mengadopsi kebudayaan makan ala barat yang tinggi lemak. Kanker menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status sosial ekonomi, namun dapat dicegah.
Kematian akibat kanker dapat dicegah dengan deteksi dini dan pengobatan yang tepat. Saat ini tersedia satu pemeriksaan yang mencakup12 macam pananda tumor untruk mendeteksi 14 macam kanker yang paling umum terjadi. Kedua belas macam penanda tumor tersebut adalah : CA 19-9, NSE, CEA, CA 242, Ferritin, hCG, AFP, f PSA, HGH, dan CA 15-3.

Minggu, 23 Mei 2010

STUDI KELAYAKAN PENDIRIAN SEBUAH LABORATORIUM

Berikut akan saya kupas sedikit tentang tata cara pendirian suatu laboratorium klinik, agar menggugah teman-teman analis untuk berjiwa entrepreneur sehingga nantinya dapat menjadi mandiri dalam mendirikan bisnis laboratorium klinik. Pada posting saya yang lau mengenai dasar-dasar kewirausahaan dan cara menghitung permodalan dan lainnya. Pda posting ini saya membahas tentang studi kelayakan. Studi kelayakan dimaksudkan untuk melihat apabila kita mendirikan laboratorium klinik disuatu tempat, apakah layak, apakah banyak pasien, apakah ada saingan, apakah peluang mendapatkan untung banyak, apakah jalannya ditempat yang mudah dijangkau oleh angkutan, apakah ekonomi setempat mampu membeli produk jasa laboratorium, apakah cepat kembali modal, apakah cukup untuk survive selama belum balik modal, semua itu muncul secara spontan bahwa akan ada suatu pertanyaan yang menggantung dalam benak, sehingga menuntun kita untuk melakukan studi kelayakan suatu laboratorium yang akan didirikan.
Berikut Urutan studi Kelayakan :
A. Pendahuluan
1. Gambaran Umum
Berisikan rencana pendirikan laboratorium klinik, kondisi wilayah, pelayanan kesehatan yang diberikan, akses RS dan puskesmas, kepadatan penduduk, mata pencaharian penduduk, luas kota dan tata letak laboratorium yang harus strategis persis ditengah kota. Perlu di catat : Nama laboratorium, jenis laboratorium, tingkat strata laboratorium, alamat, telpon/fax, Buka perkiraan launching (tgl, bln, thn), Status kepemilikan, Kepemilikan gedung, Ukuran/dimensi gedung, Perizinan dari dinkes, Jam kerja/buka praktek, pelayanan tambahan (antar jemput, cito).
2. Latar Belakang Wira usaha
Berisikan bagaimana kronologis rencana pendirian laboratorium ini, apakah modal bersama, modal satu orang, modal satu alumnus, modal organisasi atau lainnya. Mekanisme kerjasama dengan vendor dalam hal alat dan reagensia, apakah KerjaSama operasional (KSO) atau modal pribadi murni tanpa mengikat laboratorium dengan vendor.
3. Penyusunan Studi Kelayakan Usaha
Inilah kunci yang memegang keberhasilan usaha laboratorium yang akan didirikan. Parameter kita mendirikan sebuah laboratorium adalah ditengah kota, ada dokter praktek yang cukup banyak, Tarif praktek dokter tinggi atau rendah, Jumlah disekeliling pelayanan kesehatan (RS, Puskesmas, Balai Pengobatan) lengkap dengan tipe nya dan ada tidaknya laboratorium klinik lain disana (ini merupakan pesaing yang patut diperhitungkan). Selain itu perlu dilihat juga perilaku konsumen. 1. Aspek kultural : kultur, subkultur dan kelas sosial. 2. Pribadi individu : Usia dan siklus hidup, Pekerjaan, gaya hidup, situasi ekonomi dan konsep hidup. 3. Psikologis : Motivasi, persepsi, pembelajaran dan kepercayaan. 4.Sosial : status dan keluarga.

B. Pemasaran
1. Daerah Pemasaran (Place) : asumsi dengan semakin banyaknya penduduk, perkantoran, perusahaan dan pasar maka makin banyak orang butuh pelayanan kesehatan seperti laboratorium untuk check up.
2. Sasaran Pasar (Target) : Sasaran pasar meliputi semua masyarakat disekitar laboratorium, pegawai kantor, pasien RS/Puskesmas, dokter praktek, balai pengobatan dan pasien sendiri (Atas permintaan sendiri/APS)
3. Produk (Product) : Jenis produk yang kita jual berupa jasa pelayanan laboratorium, hal ini memang tidak terlihat secara langsung produk yang kita jual kepada pasien, tetapi hanya selembar kertas berisi hasil laboratorium.
4. Harga Jual (Price) : Harga jual telah mengacu pada modal awal membeli suatu reagensia, alat, jasa pelayanan, BAKHP (syringe, tips, masker, sarung tangan karet, tissue, alkohol, kapas, dll), listrik dan fee pengirim. Semua dihitung dan satu paket tarif per parameter pemeriksaan laboratorium. Perlu ditekankan bahwa harga terjangkau dan pelayanan memuaskan akan menarik pelanggan untuk menggunakan jasa kita. Tarif yang dibuat harus memiliki elastisitas yang baik (turun/naik). Elastisitas tarif dapat dimainkan sesuai kondisi yang terjadi dilapangan.
5. Volume Penjualan (Seller) : Perlu dilakukan target volume penjualan per bidang yang dapat dilayani (hematologi, kimia klinik, urinalisa, bakteriologi/parasitologi dan imunologi). Umumnya hematologi lebih besar jumlah pasiennya dan paling sedikit adalah serologi. Perlu dikategorikan parameter yang diperiksa dalam 4 kategori : Cash Cow adalah Test-test rutin, biaya murah, banyak diminati klinisi (hematologi), Star adalah Banyak diminta namun mahal (kimia klinik), Dog adalah Tes biaya mahal dan sedikit permintaan (Serologi) dan Tidak jelas status adalah tes yang jarang diminta, murah dan klasik (ZnTT, TTT).
6. Promosi (Promotion)
Memperkenal profil laboratorium melalui promosi ke tempat praktek, RS, Puskesmas, kantor, masyarakat melalui brosur, spanduk dan selebaran. Promosi bentuk lain melalui berbicara dengan dengan pasien, memperkenalkan parameter dengan tujuannya dan promosi discount tarif.
7. Analisa Pesaing
Perlu dilakukan analisa pesaing dalam pelayanan laboratorium. RS : sejauh mana pelayanan yang diberikan, mutu yang diberikan, parameter yang diperiksa. Puskesmas : parameter apa saja yang bisa diperiksa. Laboratorium Swasta : pesaing yang handal, perlu di analisa apa saja dapat menjadi saingan, tarif, mutu, fee dokter, alat/reagensia dan letak gedung. Oleh sebab itu lakukan analisis SWOT.

C. Aspek Sumber Daya Manusia dan Yuridis
1. Aspek Yuridis :
Pedoman mendirikan laboratorium : UU Kesehatan, Peraturan Presiden, Kepmenkes, Peraturan Daerah tentang pelayanan kesehatan. Perlu adanya keputusan notaris atas akta laboratorium, SK berdirinya laboratorium, Status legalitas Ijazah Petugas, Persetujuan laboratorium, NPWP, IMB, Rekening telpon dan listrik.
2. Struktur Organisasi
Perlu disusun struktur organisasi laboratorium klinik. Penanggung jawab, kepala laboratorium, penanggung jawab teknis, pelaksana analis kesehatan dan administrasi.
3. Uraian Tugas
Berdasarkan struktur organisasi, dibuat uraian tugas masing-masing dan diperbolehkan merangkap uraian tugas.

D. Aspek Keuangan
1. Ekonomi dan Keuangan
Menyangkut biaya awal untuk investasi pendirian sebuah laboratorium klinik. Dengan modal yang besar dan kuat maka tertopang seluruh keuangan laboratorium, bila modal kecil mungkin akan terdapat suatu titik kritis keuangan menipis sebelum terjadi BEP. Dibuat inventarisasi barang dan reagensia, beserta tarif pemeriksaan.
2. Modal (Investation)
Modal awal yang dibutuhkan untuk investasi alat, reagensia, gedung dan tenaga.
3. Biaya tetap Bulanan (Fixed Cost)
Biaya yang dikeluarkan untuk menggulirkan usaha secara rutin tiap bulan dengan atau tanpa adanya penjualan. Biaya ini pasti keluar tiap bulan (gaji, listrik, PDAM, cicilan, bunga)
4. Biaya Variabel
Biaya yang dikeluarkan terkait biaya produksi suatu jasa laboratorium. Didalamnya termasuk : Reagensia, alat, bahan pendukung, jasa pelayanan)
5. Titik Impas (BEP = Break Even Point)
Kondisi dimana jumlah pendapatan sama dengan pengeluaran yang terjadi pada saat sudah berjalan pelayanan laboratorium klinik. Ada bulan tertentu dimana biaya tetap+variabel setara dengan pendapatan. Kondisi saat ini belum dapat untung, namun kegiatan produksi sudah bisa membiayai kegiatan. Setelah bulan selanjutnya maka diperolehlah laba bersih.
6. Balik Modal (Pay Back Period)
Ini kondisi yang diharapkan setelah lama berjalan sebuah laboratorium klinik. Kondisi dimana semua modal investasi awal sudah dapat ditutupi dengan hasil laba produksi. Untuk bulan selanjutnya didapatkan laba bersih terlepas dari modal awal.
E. Kesimpulan
Perlu dilakukan langkah-langkah untuk mendapatkan kesuksesan dalam berwirausaha bidang laboratorium. Apabila telah dilakukan langkah-langkah diatas, maka laboratorium sudah mampu berjalan dengan baik dan akan mendapatkan laba bersih yang banyak serta tetap survive walaupun banyak kompetitor.
F. Penutup
Demikian uraian saya tentang studi kelayakan pendirian sebuah laboratorium klinik. Uraian ini merupakan ringkasan bahan kuliah saya mengenai Kewirausahaan (Entrepreneur) TLK Unhas. Perlu saya garis bawahi bahwa “saat ini banyak orang mau hidup enak, tanpa modal mau usaha, pendapatan ingin banyak tiap bulan, tanpa usaha, suatu kemustahilan, untuk semua itu perlu usaha, kepercayaan, doa, integritas dan modal”. Modal dapat berupa otak, kepintaran, uang, benda dan SDM melimpah. Janganlah hidup ini diperbudak oleh nafsu dan uang, setiap hari memikirkan bagaimana cari uang, bagaimana banyak uang. Intinya kita kembalikan apakah uang dan harta yang kita dapat dengan cara halal atau haram atau syubhat. Dengan uraian ini menggugah hati teman analis dalam berwirausaha laboratorium. Terima kasih kepada Dosen kewirausahaan saya : Dra. Endang Hoyaranda, Apt dan Drs. Ilham Makhmud, Dipl.Sc, Apt. Moga bemanfaat bagi rekan-rekan analis sekalian.
Oleh : (Ahmad_Ripani@Analis Banjarmasin)

Sabtu, 22 Mei 2010

Biomarker Rheumatoid (Ramalan Ke depan parameter pemeriksaan lab Klinik)

BIOMARKER RHEUMATOID (MATA KULIAH ANALISIS BIOMARKER)

PENDAHULUAN
Rheumatoid Artritis(AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Hingga saat ini masih belum diketahui pemicunya. Bakteri, virus, jamur tidak terbukti sebagai pemicunya. Diduga diwariskan secara genetik. Terjadi autoimune, dimana sistem imune menyerang jaringan tubuh terutama sendi. Autoimune yang terjadi menyebabkan rusaknya jaringan persendian karena aktifasi sistem penanda radang

PREVALENSI
Diperkirakan kasus RA diderita pada usia di atas 18 tahun dan berkisar 0,1% sampai dengan 0,3% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan studi, RA lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan rasio kejadian 3 : 1. Penyakit ini 75 % diderita oleh kaum wanita, bisa menyerang semua sendi. Prevalensi meningkat 5 % pada wanita diatas usia 50 tahun.

PATOFISIOLOGI
Membran synovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan infiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Penelitian terbaru genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama molekul HLA class II untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belum teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Aktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor.
Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktifkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks. Aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.

DIAGNOSIS
Sesuai Dengan : 1987 Revised A.R.A. Criteria for Rheumatoid Arthritis : Kaku pagi hari 30-60 menit, Artritis pada 3 daerah persendian atau lebih, Artritis pada persendian tangan, Artritis simetris, Nodul rheumatoid, Faktor rheumatoid serum positif dan Perubahan gambaran radiologis.

ASPEK LABORATORIUM
1. ESR, CRF DAN RAF : umumnya masih merupakan biomarker pilihan pada umumnya RS, RSUD, Laboratorium Klinik Pratama di Indonesia.
2. Biomarker yang lainnya : umumnya hanya dapat dilakukan pada RSUP, RSUPN dan Laboratorium Klinik Utama (Laboratorium besar).
3. Tidak semua biomarker dapat diperiksa dan dilaksanakan untuk diagnosis RA. Hal ini karena biaya pemeriksaan masih sangat mahal. Ada beberapa yang digunakan hanya untuk penelitian saja.

APLIKASI LABORATORIUM
1. Laju Endapan Darah (LED)
Di periksa menggunakan metode : Wintrobe , Westergren dan Modifikasi Westergren. Dalam llmu hematologi : ESR meningkat menandakan adanya suatu inflamasi atau infeksi pada tubuh. Meningkat pada RA dan Radang sendi 70-90% kasus. Tidak spesifik untuk RA, tapi mampu meningkatkan sensitifitas dan spesifisitas bila dipanel dengan biomarker RA lainnya untuk diagnosis RA

2. CRP
Merupakan Protein fase akut. Dilepaskan sebagai bukti adanya inflamasi atau infeksi. Meningkat 70-85% kasus RA fase akut. Meningkat juga pada infeksi bakteri colon tifoid, rheumatoid fever,, infeksi virus, jamur, transplansi ginjal, tubercolusis, post operasi, dan post transfusi. Sangat baik bila dipanel dengan RAF, ESR dan anti-CCP.

3. RAF (RF)
Ditemukan protein abnormal yang dikenal sebagai Rheumatoid Factor (RA factor = RF). Imunoglobulin atau macroglobulin yang dapat berinteraksi secara spesifik dengan determinan antigenic (neoantigen) dari molekul Ig.G pada Fc. Sekitar 75-80% individu yang mengalami RA juga memiliki nilai RF yang positif. Bermanfaat untuk membedakan antara Rheumatoid artritis dengan Rheumatoid fever dan Artritis Gout. Mungkin juga dapat ditemukan pada lupus erymatosus, hepatitis infeksius dan kronis, sifilis. Kelemahan : Nilai RAF positif juga terdapat pada kondisi penyakit autoimun lainnya, infeksi kronik, dan bahkan terdapat pada 3-5% populasi sehat. Uji ini positif pada pasien dengan RA yang sudah bermanifestasi. Bila digunakan bersama dengan anti-CCP sangat berguna untuk diagnosis RA.

4. ANA
Autoantibodi heterogen yang dapat bereaksi dengan berbagai macam antigen dalam inti sel dan dapat ditemukan dalam serum dari banyak penderita penyakit sendi dan beberapa kelainan lain. Pada penyakit artritis rematoid antibodi yang banyak terdapat dalam serum mungkin bentuk IgM yang mempunyai aktivitas rendah terhadap komplemen, sebaliknya dalam cairan sendi mungkin kadar ANA bentuk IgG juga cukup tinggi.

5. TNF Alfa
Biomarkers yang dapat dideteksi pada perempuan sebelum terjadi RA. Dalam penelitian, terbukti dalam darah meningkat TNF-alfa yang terdeteksi hingga 12 tahun sebelum gejala rheumatoid arthritis gejala terjadi dan dua kali terkait dengan risiko berkembang rheumatoid arthritis. Tidak terlalu spesifik untuk RA, karena kasus radang lain juga meningkat.

6. IL-6
Merupakan Cytokines yang bersama TNF-alfa dideteksi pada RA. IL-6 dilepaskan oleh monosit karena pengaruh dari CD4+ pada radang RA. IL-6 yang ditemukan meningkat sekitar 4 tahun sebelum dimulai gejala rheumatoid arthritis.

7. CEP
Citrullinated alpha enolase peptide. Merupakan biomarker baru RA. Saat ini masih dalam tahap penelitian. Dipercaya mampu meningkatkan diagnosis terhadap RA. Peneliti percaya CEP-1 dapat menjadi bagian penting bagaimana mengembangkan rheumatoid arthritis tertentu dalam kelompok pasien.

8. Human cartilage glycoprotein-39
Pemeriksaan human Cartilage glycoprotein-39 digunakan untuk evaluasi pada pasien dengan early onset RA and predictor baik agresifitas penyakit. Berkorelasi langsung dengan petanda inflamasi pada beberrapa laporan kasus. Marker yang baik untuk menilai hasil terapi dan pada banyak keadaan digunakan untuk proporsi erosi tulang, aktifitas sinovial dan petanda gangguan genetik.

9. COMP
Serum protein matriks tulang rawan oligomeric (COMP) ditemukan tinggi dalam serum , dan anti-berhubung dgn siklus citrullinated peptide (ccp) pada pasien dengan tahap awal RA. Kenaikan signifikan yang terkait dengan kerusakan yang lebih parah bersama di tangan dan kaki. Kehadiran yang lama dalam serum marker ini setara dengan beratnya penyakit dan dapat membantu dokter dimana dapat dilihat keberhasilan terapi pada penderita rheumatoid arthritis

10. Matrix metalloproteinase-3 (MMP-3) dan Pyridinoline
Dihasilkan oleh sendi yang mengalami radang. Aktifitas penyakit yang persisten dan terjadi erosif, maka kadar MMP3 dan Pyridinoline sangat signifikan meningkat pada pasien dibandingkan dengan non erosif. Kadar keduanya berkorelasi dengan ESR dan CRP.

11. Granzyme B
Merupakan salah satu biomarker yang baru ditemukan pada RA. Kadarnya meningkat ketika terjadi erosi sendi pada RA (+). Kadarnya sebanding dengan perjalanan penyakit RA.

12. ACPAs
Anti-citrullinated protein antibodies. Biomarker baru untuk diagnosis RA. Antibodi terhadap CEP-1 yang diproduksi. Seperti pada RF, tes ini hanya positif pada proporsi 67% kasus RA. Memiliki spesifisitas 95% terhadap RA. Untuk biomarker yang lebih baik maka dilanjutkan dengan anti-CCP IgG.

13. Anti CCP-IgG
Anti-cyclic citrullinated antibody (anti-CCP antibodi) merupakan penanda baru yang berguna dalam diagnosis RA. Biomarker ini bermanfaat bila RAF tidak terdeteksi dalam darah. Untuk deteksi dini adanya RA dibandingkan RAF. Tingkat anti-ccp menurun selama terapi hanya dalam pasien dirawat dengan sulfasalazine. Kelebihan anti CCP IgG : (1). Anti-CCP IgG dapat timbul jauh sebelum gejala klinik RA muncul. Artinya pengobatan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah kerusakan sendi. (2). Anti-CCP IgG sangat spesifik untuk kondisi RA. Antibodi ini terdeteksi pada 80% individu RA dan memiliki spesifisitas 98%. Antibodi ini juga bersifat spesifik karena dapat membedakan kondisi RA dari penyakit artritis lainnya. (3). Anti-CCP IgG dapat menggambarkan risiko kerusakan sendi lebih lanjut. Individu dengan nilai anti-CCP IgG positif diperkirakan mengalami kerusakan radiologis yang lebih buruk dibandingkan individu tanpa anti-CCP IgG.

KESIMPULAN
Biomarker RA bermanfaat mendiagnosis adanya Rheumatoid Artritis. RAF merupakan biomarker yang masih banyak dilakukan di lab RS di Indonesia. Anti-CCP IgG merupakan biomarker RA terbaru dan lebih baik saat ini dibandingkan yang lain. Biomarker yang lain dapat digunakan sebagai panel dalam mendiagnosis RA.

by Ahmad Rifani

Sabtu, 15 Mei 2010

Tips Seputar Ilmu Laboratorium

1. Hitung jenis leukosit dengan jumlah leukosit dibawah 3000/mm3 darah. Caranya : biarkan darah mengendap dan terpisah antara eritrosit dan plasma. Pipet cairan tengah darah (buffycoat) dengan pipet atau mikropipet, letakkan diatas objek glass dan buat hapusan darah dan warnai. Dijamin pasti mudah untuk menemukan leukosit. Tips ini hanya berlaku untuk hitung jenis leukosit (diff count).

2. Urine untuk periksa narkoba. Kadang kita harus memastikan urine atau air teh terhadap spesimen yang dikumpulkan dari pasien. Untuk memastikan bahwa spesimen tersebut urine atau bukan, maka lakukan uji skrining BaCl2 10% milik reagent bilirubin Harrison, bila terjadi endapan kabut putih berarti memang urine karena dalam urine banyak carbonat, phosphat dan sulfat. Cara spesifik dengan reagent kreatinin kimia darah (Asam pikrat+NaOH), 2 ml urine + 1 tetes reagen kreatinin, maka akan terbentuk warna orange. Hal ini karena tidak satupun cairan dalam tubuh yang memiliki kadar creatinine yang tinggi selain urine. Saran saya sebaiknya spesimen untuk periksa Narkoba pasien diambil di WC laboratorium saat itu juga.

3. Membedakan darah wanita dan pria. Periksa hapusan darah dengan melihat segmen netrofil. Pada leukosit wanita terdapat DRUM STICK, suatu penonjolan segmen kecil pada segmen inti netrofil matang. Ditemukan pada sel betina, karena agregasi kromosom. Disebut juga barr body.

4. Pemeriksaan Urine dengan stick urine. Setiap parameter yang diperiksa memiliki waktu untuk dibaca menurut alat urinalysis analyzer, parameter yang paling dekat dengan tangan saat dipegang paling awal dibaca dan ujung paling akhir dibaca. Yang penting tunggulah selama 2 menit untuk membaca stick parameter leukosit. Kesalahan analis pada leukosit ini, secara stick normal atau negatif dilaporkan, namun mikroskopik didapatkan hingga 30/lpb leukosit. Setelah dikoreksi oleh analis senior ternyata salah pelaporan di stick.

5. Spesimen positif BTA (pengalaman pribadi) : sputum tampak keruh, purulen, hijau kuning, benang lendir rapuh sehingga mudah diambil dengan lidi atau bambu. Umumnya sputum dengan BTA negatif saat dibuat sediaan sulit untuk diambil bahkan benang lendir sulit putus. Fenomena ini karena bakteri BTA mampu melepaskan enzim penghancur sputum untuk mempermudah invasinya, itupun tergantung jumlahnya. Namun begitu tidak harus di vonis bahwa setiap yang benang lendir tidak mudah putus negatif, ini hanya pendekatan diagnosis.

6. Periksa Darah Samar dalam Faeces kesulitan karena pakai benzidine. Hal ini dapat dipermudah dengan menggunakan stick urine, potong bagian stick untuk ujian BLOOD pada stick dan celupkan ke dalam faeces yang telah dihomogenkan dengan NaCl 0.9% dalam botol atau tabung (sepucuk faeces + 1 ml NaCl 0.9%). Baca hasilnya seperti pembacaan urine.

7. Kadar AST dan ALT tidak terbaca atau sangat rendah sekali. Pada alat BTS 330 biosystems ada grafik pengukuran, yang mana bila tidak linear atau garis patah mendadak, menandakan bahwa kadar AST dan ALT sampel tinggi atau sangat tinggi sehingga akan terbaca sangat rendah atau error atau dil. Bila tidak melihat grafik maka analis akan mengeluarkan hasil mungkin AST dan ALT 5 U/l, padahal tinggi. Lakukan pengenceran serum 1+9, kalikan hasil 10x dengan pengukuran. Baca pada brosur akan ditetapkan kadar absorben maksimum pengukuran atau linearitas. Menurut teori bahwa kadar enzim yang tinggi menyebabkan substrat segera habis di konsumsi secara mendadak.

8. Diferensial diagnosis Demam pada pasien suspect Febris. Mungkin ada keraguan dengan hasil lab anda apakah benar DBD, Typhoid Fever atau Malaria . Inilah kira-kira yang perlu disimak. Pada kasus Typhoid Fever : pasien dengan klinis demam panas, pucat, bibir pecah-pecah dan kering, lidah kotor, leukopenia. Pada kasus Demam Berdarah : demam, pasien kejang, lemas, nyeri sendi, mungkin tidak sadar atau shock, saat pengambilan darah akan mengalami kesulitan karena vena colaps sirkulasi, hematokrit naik, thrombosit menurun. Pada kasus Malaria : pasien febris, ikterus pada mata dan kulit, saat di IGD mungkin muntah karena nyeri karena hepatomegali, pengambilan darah mudah karena anemia. Untuk jelasnya lihat dan lirik status diagnosis pasien yang dibuat oleh dokter.

9. Membedakan eritrosit dan yeast cell dalam sedimen urine yang penuh. Sering salah pelaporan padahal yeast cell. Tambahkan 1 tetes KOH 10% atau asam asetat 5% ke dalam sedimen, maka eritrosit akan lisis dan yeast cell akan tampak jelas.

10. Test PPT dengan urine yang mengandung sel darah. Lakukan sentrifugasi urine dan supernatant digunakan untuk pemeriksaan PPT. Bila diperlukan PPT pengenceran, lakukan pengenceran urine dengan NaCl 0,9%. Dan pengenceran tertinggi dikalikan dengan sensitifitas test. Biasanya digunakan oleh dokter obgyn untuk membedakan kehamilan normal, mola hidatidosa dan tumor/kanker.

11. Sedimen lebih tahan lama. Ambil 1 tetes zat warna sternheimer malbins dan campur dengan sedimen, segera simpan dalam kulkas, mampu bertahan selama 24 jam tanpa ada kerusakan dan pertumbuhan bakteri.

12. Pertukaran udara segar laboratorium Puskesmas. Belilah exhaust fan dan pasang dibagian belakang sebelah dalam laboratorium pada ventilasi udara. Tutup semua lubang udara dan tutup pintu laboratorium. Arah kipas exhaust fan membuang udara dalam laboratorium. Cara ini lebih efektif untuk memperoleh udara yang lebih segar, sejuk, terhindar dari infeksi bakteri karena statis udara dan pastinya sesuai dengan K3 laboratorium.

13. Lensa Mikroskop. Membedakan lensa mikroskop pada lensa objektif, yaitu : cincin merah 4x, cincin kuning 10x, cincin biru 40x dan cincin putih 100x.

14. Hematology Analyzer. Setiap laboratorium mengklaim bahwa hasilnya lebih akurat bahkan pakai darah kontrol dibandingkan laboratorium lain. Alasan ini bisa dipatahkan bila pra analitiknya buruk, misal darah tidak segera dicampur dengan antikoagulan, kelebihan antikoagulan, tidak segera diperiksa (dalam waktu 1 jam lebih bagus), tidak dikocok sebelum diperiksa dan botol yang digunakan dari plastik/polietilen. Belilah alat pengocok/penggiling darah (nutator), darah tetap homogen selama didiamkan sebelum diperiksa dengan alat hematology analyzer.

15. Salah persepsi tentang alkohol 70%. Alkohol 70% dalam penggunaannya sehari-hari sebagai antiseptik extern. Dalam farmasi dikatakan bahwa antiseptik digunakan untuk jaringan hidup seperti kulit manusia. Antiseptik bekerja hanya menghambat pertumbuhan bakteri, bukan membunuh total bakteri. Jadi merupakan kesalahan besar apabila lancet yang telah dipakai disterilkan dengan alkohol 70%. Desinfektan lah yang membunuh bakteri. Usaha yang lebih baik adalah dengan cara merebus lancet dalam air mendidih 100 derajat celcius selama 10 menit. Tapi saran saya lebih baik pakailah lancet hanya untuk satu kali saja. Single use only (disposable, bukan disposible).

16. Koreksi Standar Sahli. Lakukan pemeriksaan Hb menggunakan alat sahli sebanyak 5x atau 10x dengan darah yang sama, bila hasil pengukuran dengan selisih lebih dari 1 g/dl Hb dikeluarkan dan kerja yang baru lagi. Ambil rata-rata kadarnya. Dengan darah yang sama lakukan pengukuran dengan metode cyanmethemoglobin atau hematology analyzer di RS, hasil pengukuran cara cyanmethemoglobin dibagi rata-rata sahli sebagai faktor koreksi sahli. Bila mengukur kadar Hb sahli x faktor koreksi = kadar Hb pasien. Cara ini hanya bersifat koreksi saja walaupun kedua metode memiliki prinsip pemeriksaan yang berbeda dan jenis HB yang diukur berbeda pula.

17. Selalu gunakan APD dalam bekerja seperti : Jas lab, Sarung tangan karet, masker dan alas kaki. Hal ini untuk keselamatan analis tersebut dan juga membiasakan diri untuk bekerja dengan APD. Bagaimana mau dapat uang tunjangan resiko infeksi, sedangkan kesadaran berbudaya pakai APD belum ada. Untuk RS masukkan penggunaan sarung tangan karet dan masker sebagai paket tarif pasien.

18. Kehabisan Asam Asetat 6% untuk pemeriksaan Protein urine. Ambil asam cuka makan sebagai penggantinya, karena menurut penelitian temanku di D3 analis Kesehatan tidak ada perbedaan keduanya.

19. Malaria. Stadium yang sering muncul untuk falciparum hanyalah ring (tropozoit muda) kecil dan gametosit, sedangkan vivax, hampir semua stadium muncul, namun yang khas tropozoit berkembang dengan sitoplasma amuboid.

20. Pulasan Tanding (Counter Stain). Saat pewarnaan Giemsa dan Wright kurang menguntungkan, perlu dilakukan Pulasan tanding, hal ini karena giemsa melarutkan granula basofil, tidak cocok untuk evaluasi hapusan darah tepi, sedangkan wright struktur parasit tidak terwarnai dengan jelas. Caranya : Preparat yang telah dibuat, difiksasi dengan Wright seperti biasa dan Buffer Wright diganti dengan Giemsa + Buffer, tambahkan pada Wright tadi dan campur dengan meniup cairan. Dengan cara ini dapat diambil keuntungan kedua zat warna ini. Bila tidak memiliki Wright dapat digunakan Kiewit de Jong atau Maygrunwald.

21. Demikian tips ini, moga bermanfaat dan mohon maaf sebelumnya.

Oleh : Ahmad Rifani