Kamis, 23 Juli 2009

Struktur Imunoglobulin

Struktur dasar imunoglobulin terdiri atas 2 rantai berat (H-chain) yang identik dan 2 rantai rinngan (L-chain) yang juga identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida (S-S), demikian pula rantai berat satu dengan yang lain diikat dengan ikatan S-S. Molekul ini oleh enzim proteolitik papain dapat dipecah menjadi tiga fragmen, yaitu 2 fragmen yang mempunyai susunan sama terdiri atas H-chain dan L-chain, disebut fragmen Fab yang dibentuk oleh domain terminal-N, dan 1 fragmen yang hanya terdiri atas H-chain saja disebut fragmen Fc yang dibentuk oleh domain terminal-C. Fragmen Fab dengan antigen binding site, berfungsi mengikat antigen karena itu susunan asam amino di bagian ini berbeda antara molekul imunoglobulin yang satu dengan yang lain dan sangat variabel sesuai dengan variabilitas antigen yang merangsang pembentukannya. Sebaliknya fragmen Fc merupakan fragmen yang konstan. Fragmen ini tidak mempunyai kemampuan mengikat antigen tetapi dapat bersifat sebagai antigen (determinan antigen). Fragmen ini pulalah yang mempunyai fungsi efektor sekunder dan menentukan sifat biologik imunoglobulin bersangkutan, misalnya kemampuan imunoglobulin untuk melekat pada sel, fiksasi komplemen, kemampuan imunoglobulin menembus plasenta, distribusi imunoglobulin dalam tubuh dan lain-lain. Papain memecah imunoglobulin pada terminal asam amino di tempat iakatan S-S yang mengikat kedua rantai H satu dengan yang lain. Enzim proteolitik lain yaitu pepsin dapat memecah molekul imunoglobulin dibelakang ikatan S-S. Pemecahan ini mengakibatkan terbentuknya satu fragmen besar yang disebut F(ab’)2 yang mampu mengikat dan menggumpalkan antigen karena ia bersifat bivalen dan dapat membentuk lattice. Pepsin selanjutnya dapat memecah fragmen Fc menjadi beberapa bagian kecil. Bagian molekul imunoglobulin yang peka terhadap pemecahan oleh kedua enzim diatas disebut bagian engsel (hinge region). Kedua bentuk imunoglobulin, yaitu sIg dan Ig yang disekresikan hanya berbeda pada domain terminal-C: sIg memiliki bagian transmembran dan bagian intrasitoplasmik yang pendek.

Polimerisasi imunoglobulin terjadi pada IgM (pentamer atau heksamer) dan IgA (umumnya dimer). Polimerisasi kelas imunoglobulin ini bergantung pada rantai J (joining) dan banyaknya rantai J menentukan proporsi molekul IgM pentamer dibanding IgM heksamer. Rantai J membantu polimerisasi IgM dan IgA dengan cara ikat-silang disulfida pada sesidu cysteine yang terdapat pada domain C-terminal molekul IgM dan IgA yang disekresi.

Sabtu, 18 Juli 2009

Pengertian Flebotomi

Flebotomi (bahasa inggris:phlebotomy) berasal dari kata Yunani phleb dan tomia. Phleb berarti pembuluh darah vena dan tomia berarti mengiris/memotong (“cutting”). Dulu dikenal istilah venasectie(Bld), venesection atau venisection(Ing).

Flebotomist adalah seorang tenaga medic yang telah mendapat latihan untuk mengeluarkan dan menampung specimen darah dari pembuluh darah vena, arteri atau kapiler. Akhir-akhir ini dikenal lagi suatu teknik microcollection.

Praktek pengeluaran darah (bloodletting) sudah sejak lama dikenal manusia dan menjadi bagian dari pengobatan pasien. Teknik pengeluaran darah yang pertama(tahun 100 SM) dilakukan oleh dokter-dokter dari Syria dengan menggunakan lintah. Sebelum dikenal Hippocrates dengan sebutan”Bapak Ilmu Kedokteran”(abad 5 SM), seni pengambilan darah banyak mengalami perubahan demikian pula berbagai alat untuk keperluan pengambilan dan penampunngan bahan darah. Lanset untuk pengambilan darah digunakan pertama kali sebelum abad ke 5 SM dengan tetap mengacu kepada lintah sebagai bentuk dasar. Dengan lanset ini seorang dokter (practitioner) melubangi vena, kadang-kadang sampai beberapa lubang. Menjelang akhir abad 19 barulah teknologi mengambil alih memproduksi “lintah artificial”. Kini telah dikenal beragam alat pengambilan darah dan mudah diperoleh di pasaran.

Kebanyakan pengambilan specimen darah pasien saat ini masih dilaksanakan oleh teknisi/analis laboratorium baik diruanng laboratorium maupun diruang perawatan; padahal jabatan dan kandungan tugas seorang teknisi atau analis laboratorium tidak sejalan dengan tannggung jawab dan kegiatan/aktivitas seprang pengambil specimen darah(dalam hal ini seorang flebotomis). Obyek yang dihadapi oleh teknisi/analis laboratorium adalah peralatan pemeriksaan sedang obyek yang dihadapi oleh flebotomis adal pasien(atau orang sehat) yang dilekati oleh banyak hal:sifat,perilaku,masalah intern/pribadi dll. Hal-hal ini sedikit banyaknya bias menjadi penghalang dalam kelancaran proses pengambilan specimen darah dan hal-hal ini pula yang harus bias dihadapi dan diatasi seorang flebotomis.

System pelayanan kesehatan yang berkembang akhir-akhir ini untuk tujuan kesejahteraan pasien mengacu kepada pelayanan kesehatan oleh tim(team oriented). Dengan sendirinya, pelayanan laboratorium akan selalu menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan menyeluruh dan seorang flebotomis menjadi orang yang sanngat penting(crucial) karena menempati posisi awal dalam rangkaian.proses pemeriksaan tes laboratorium. Posisi awal ini berada dalam penngawasan program pemantapan mutu(fase pra-analitik) hasil laboratorium sehingga salah benarnya flebotomis melaksanakan tugasnya akan mempengaruhi mutu hasil tes. Hasil pemeriksaan laboratoriumyang benar dan akura merupakan andil/modal dari tim laboratorium (mencakupi juga flebotomis) dalam menunjanng diagnosis dan pemantauan penyakit. Oleh sebab itu, peran dan tanggung jawab seorang flebotomis dalam melaksanakan tugasnya harus senantiasa disadari.

Hitung Darah Lengkap (HDL)

Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL) atau complete blood count (CBC). Tes ini memeriksa jenis sel dalam darah, termasuk sel darah merah, sel darah putih dan trombosit (platelet). Hasil tes menyebutkan jumlahnya dalam darah (misalnya jumlah sel per milimeter kubik) atau persentasenya. Tes laboratorium lain dibahas pada Lembaran Informasi (LI) 122 dan LI 123.

Semua sel darah dibuat di sumsum tulang. Beberapa obat dan penyakit dapat merusak sumsum tulang sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah dan putih.

Setiap laboratorium mempunyai ‘nilai rujukan’ untuk semua hasil tes. Biasanya, tes laboratorium akan memperlihatkan hasil tes yang berada di luar nilai normal. Untuk informasi lebih lanjut mengenai hasil tes laboratorium, lihat LI 120.

Laporan hasil sering sulit ditafsirkan. Beberapa angka dilaporkan dengan satuan ‘x10.e3’ atau ‘x103’. Ini berarti jumlah yang dicatat harus dikalikan 1.000. Contohnya, bila hasil adalah 8,77 dengan unit ‘x10.e3’, jumlah sebenarnya adalah 8.770.

Tes Sel Darah Merah

Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut oksigen dari paru ke seluruh tubuh. Fungsi ini dapat diukur melalui tiga macam tes. Hitung Sel Darah Merah (red blood cell count/RBC) yang menghitung jumlah total sel darah merah; hemoglobin (Hb) yaitu protein dalam sel darah merah yang bertugas mengangkut oksigen dari paru ke bagian tubuh lainnya; dan hematokrit (Ht atau HCT) yang mengukur persentase sel darah merah dalam seluruh volume darah.

Orang yang tinggal di dataran tinggi umumnya mempunyai lebih banyak sel darah merah. Ini merupakan upaya tubuh mengatasi kekurangan oksigen.

Eritrosit, Hb dan Ht yang sangat rendah menunjukkan adanya anemia, yaitu sel tidak mendapat cukup oksigen untuk berfungsi secara normal. Jika kita anemia, kita sering merasa lelah dan terlihat pucat. Tentang kelelahan, lihat LI 551 dan anemia, LI 552.

Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) atau mean corpuscular volume (MCV) mengukur besar rata-rata sel darah merah. MCV yang kecil berarti ukuran sel darah merahnya lebih kecil dari ukuran normal. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan zat besi atau penyakit kronis. MCV yang besar dapat disebabkan oleh obat HIV, terutama AZT dan d4T. Ini tidak berbahaya. MCV yang besar menunjukkan adanya anemia megaloblastik, dengan sel darah merahnya besar dan berwarna muda. Biasanya hal ini disebabkan oleh kekurangan asam folat.

Red Blood Cell Distribution Width (RDW) mengukur lebar sel darah merah. Hasil tes ini dapat membantu mendiagnosis jenis anemia dan kekurangan beberapa vitamin.

Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) atau mean corpuscular hemoglobin (MCH) dan Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER) atau mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC atau CHCM) masing-masing mengukur jumlah dan kepekatan hemoglobin. MCH dihitung dengan membagi hemoglobin total dengan jumlah sel darah merah total.

Trombosit atau platelet (PT atau PLT) berfungsi membantu menghentikan perdarahan dengan membentuk gumpalan dan keropeng. Jika trombosit kita kurang, kita mudah mengalami perdarahan atau memar. Orang HIV-positif kadang trombositnya rendah (disebut trombositopenia). Obat HIV dapat mengatasi keadaan ini. Trombosit tinggi biasanya tidak punya pengaruh besar pada kesehatan.

Tes Sel Darah Putih

Sel darah putih (disebut juga leukosit) membantu melawan infeksi dalam tubuh kita.

Hitung Sel Darah Putih (white blood cell count/WBC) adalah jumlah total sel darah putih. Leukosit tinggi (hitung sel darah putih yang tinggi) artinya tubuh kita sedang melawan infeksi. Leukosit rendah artinya ada masalah dengan sumsum tulang. Leukosit rendah disebut leukopenia atau sitopenia yang berarti tubuh kurang mampu melawan infeksi.

Neutrofil berfungsi melawan infeksi bakteri, dan dilaporkan sebagai persentase leukosit atau %NEUT. Biasa jumlahnya 55-70 persen. Jika neutrofil kita rendah (disebut neutropenia), kita lebih mudah terkena infeksi bakteri. Penyakit HIV lanjut, obat HIV seperti gansiklovir (untuk mengatasi virus sitomegalo, lihat LI 501) dan AZT (obat antiretroviral; lihat LI 420) dapat menyebabkan neutropenia.

Ada dua jenis utama limfosit: sel‑B untuk membuat antibodi, protein khusus yang menyerang kuman; dan sel‑T untuk menyerang dan membunuh kuman, serta membantu mengatur sistem kekebalan tubuh. Salah satu jenis sel‑T adalah sel CD4, yang diinfeksi dan dibunuh oleh HIV (lihat LI 124). Jumlah limfosit umumnya 20-40 persen leukosit. Hitung darah lengkap biasanya tidak termasuk tes CD4. Tes CD4 ini harus diminta sebagai tambahan. Hasil hitung darah lengkap tetap dibutuhkan untuk menghitung jumlah CD4, sehingga dua tes ini umumnya dilakukan sekaligus.

Monosit atau makrofag diukur sebagai persentase leukosit (%MONO) dan biasanya 2-8 persen. Sel ini melawan infeksi dengan ‘memakan’ kuman dan memberi tahu sistem kekebalan tubuh mengenai kuman apa yang ditemukan. Monosit beredar dalam darah. Bila monosit ada di jaringan tubuh, mereka disebut makrofag. Jumlah monosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Eosinofil (%EOS) biasanya 1-3 persen leukosit. Sel ini terlibat dengan alergi dan tanggapan terhadap parasit. Kadang kala penyakit HIV dapat menyebabkan jumlah eosinofil yang tinggi. Jumlah meningkat terutama jika kita diare, kentut, atau perut kembung. Hal ini menandai adanya parasit.

DBD ( Demam Berdarah Dengue )

Definisi

Penyakit Demam Berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai manifestasi pendarahan dan bertendensi menimbulkan syock dan dapat berakibat fatal (7,8,9).

Epidemiologi

Sekitar 40 persen populasi di dunia ( 2,5 milyar orang ) saat ini tinggal di area terjadinya transmisi DBD. Penyakit ini bersifat endemik di Amerika, Asia tenggara, Pasifik bagian Barat, Mediterania bagian timur daerah tropis di afrika. Sebagai perkiraan terjadi 50 juta infeksi dengue setiap tahunnya, termasuk 500 ribu kasus DBD yang harus dirawat di rumah sakit (8).

Penyakit DBD Pertama sekali ditemukan di Filipina pada tahun 1953, Thailand (1958), Malaysia, Singapura dan Vietnam pada tahun 1953 - 1964. Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan Jakarta ( tahun 1969 ) dan kemudian disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di daerah pedesaan (8,9)

Virus Dengue dan Penularanya

Virus dengue merupakan bagian dari family Flaviviridae. Terdapat empat serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, dan Den-4. Virionnya mempunyai diameter kira-kira 34-45 nm dengan panjang genom 11 kb ( kilobases ). Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitive terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium diosikolat, stabil pada suhu 70 C (10).

Infeksi virus dengue hanya dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vektornya. Ketika nyamuk menggigit orang yang terinfeksi virus dengue, maka virus tersebut akan terbawa oleh nyamuk kemudian apabila nyamuk tersebut menggigit orang yang sehat, maka virus yang terbawa oleh nyamuk akan menginfeksi orang yang sehat. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (4,8,9,11).

Virus dengue termasuk famili flaviviridae, yang berukuran kecil sekali, 35-45 nm. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia, tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antar manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda. Perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit (12).

Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue mengakibatkan manifestasi klinis yang bervariasi, mulai dari derajat ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat menimbulkan gejala ( silent dengue infection ), atau demam tanpa penyebab yang jelas ( undifferentiated febrile illness), sedangkan yang berat adalah adalah demam berdarah dengue ( DBD ). Infeksi dengue yang ringan akan sembuh sendiri tanpa pengobatan ( self limiting ) sedangkan DBD memerlukan pemantauan dan pengobatan yang baik karena dapat disertai pendarahan dan syok (13,14)

Gejala biasanya ditandai dengan demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Demam dengue pada bayi dan anak berupa demam ringan disertai timbulnya ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa dikenal sindrom trias dengue berupa demam tinggi mendadak, nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung, dan sendi), dan timbul ruam makulopapular. Tanda lain menyerupai demam dengue yaitu anoreksia, muntah, dan nyeri kepala (11).

Berdasarkan kriteria WHO 1997, DBD dikelompokkan dalam empat derajat, yaitu :

  1. Derajat I : Demam yang disertai dengan gejala klinis yang tidak khas satu – satunya gejala pendarahan adalah uji tourniquet yang positif.
  2. Derajat II : Gejala yang timbul pada DBD derajat I ditambah Pendarahan spontan
  3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang lemah dan cepat, menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi serta kulit dingin dan lembab
  4. Derajat IV : syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah (15).

Patogenesis

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan pathogenesis Demam Berdarah Dengue, hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian menganut the secondary heterologous infection hypothesis yang mengatakan bahwa demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berbeda dalam jangka waktu tertentu yang diperkirakan 6 bulan sampai 5 tahun.

Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotesa infeksi sekunder. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian adalah perdarahan saluran cerna yang hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita Demam Berdarah Dengue. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan, kemudian jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke-10 sejak timbulnya penyakit. Kelainan sistim koagulasi juga mempunyai peranan sebagai penyebab perdarahan pada penderita Demam Berdarah Dengue. Beberapa faktor koagulasi menurun, termasuk factor II, V, VII, IX, XII dan Fibrinogen. Perubahan faktor koagulasi ini antara lain disebabkan oleh kerusakan hepar yang fungsinya terganggu karena aktivasi sistim koagulasi (9).

Viremia dan Respon Imun

Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel retikuloedotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5 – 7 hari. Akibat infeksi virus ini akan terbentuk respon imun baik seluler maupun humoral, antara lain anti neutralisasi, anti-hemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, Pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect) (4,16).

Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-lima, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60 – 90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit hari kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (4).